Sabtu, 14 Mei 2016

ETIKA DAN PROFESIONALISME TSI
CYBER LAW SERTA PERATURAN & REGULASI DI INDONESIA
                                
                                            Anggota Kelompok :
                                  1.      Aditya Harisakti                    (10112232)
                                  2.      Miftakhul Furqon                  (14112582)
                                  3.      Rendy Muhammad Z.            (16112122)
                                  4.      Rizki Wardhana                     (16112575)
                                  5.      Fuji Hartini                            (13112068)


KELAS : 4KA22
SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016


Pengertian Cyber Law
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini.
Contoh permasalahan yang berhubungan dengan hilangnya ruang dan waktu antara lain :
a)  Seorang penjahat komputer (cracker) yang berkebangsaan Indonesia, berada di Australia, mengobrak-abrik server di Amerika, yang ditempati (hosting) sebuah perusahaan Inggris. Hukum mana yang akan dipakai untuk mengadili kejahatan cracker tersebut? Contoh kasus yang mungkin berhubungan adalah adanya hacker Indonesia yang tertangkap di Singapura karena melakukan cracking terhadap sebuah server perusahaan di Singapura. Dia diadili dengan hukum Singapura karena kebetulan semuanya berada di Singapura.
b)   Nama domain (. com, . net, . org, . id, . sg, dan seterusnya) pada mulanya tidak memiliki nilai apa-apa. Akan tetapi pada perkembangan Internet, nama domain adalah identitas dari perusahaan. Bahkan karena dominannya perusahaan Internet yang menggunakan domain ". com" sehingga perusahaan-perusahaan tersebut sering disebut perusahaan "dotcom". Pemilihan nama domain sering berbernturan dengan trademark, nama orang terkenal, dan seterusnya. Contoh kasus adalah pendaftaran domain JuliaRoberts. com oleh orang yang bukan Julia Roberts. (Akhirnya pengadilan memutuskan Julia Roberts yang betulan yang menang. ) Adanya perdagangan global, WTO, WIPO, dan lain lain membuat permasalahan menjadi semakin keruh. Trademark menjadi global.
c)   Pajak (tax) juga merupakan salah satu masalah yang cukup pelik. Dalam transaksi yang dilakukan oleh multi nasional, pajak mana yang akan digunakan? Seperti contoh di atas, server berada di Amerika, dimiliki oleh orang Belanda, dan pembeli dari Rusia. Bagaimana dengan pajaknya? Apakah perlu dipajak? Ada usulan dari pemerintah Amerika Serikat dimana pajak untuk produk yang dikirimkan (delivery) melalui saluran Internet tidak perlu dikenakan pajak. Produk-produk ini biasanya dikenal dengan istilah "digitalized products", yaitu produk yang dapat di-digital-kan, seperti musik, film, software, dan buku. Barang yang secara fisik dikirimkan secara konvensional dan melalui pabean, diusulkan tetap dikenakan pajak.


Secara yuridis, cyber law tidak sama lagi dengan ukuran dan kualifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.

Ruang Lingkup Cyber Law
v  Keadaan Cyber law di Indonesia
Untuk dapat memahami sejauh mana perkembangan Cyber Law di Indonesia maka kita akan membahas secara ringkas tentang landasan fundamental yang ada didalam aspek yuridis yang mengatur lalu lintas internet sebagai sebuah rezim hukum khusus, dimana terdapat komponen utama yang menliputi persoalan yang ada dalam dunia maya tersebut, yaitu :
       I.         Tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu.
    II.    Tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet.
 III.     Tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang patent, merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber.
 IV.         Tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hokum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan.
    V.        Tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet.
 VI.    Tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi.
VII.    Tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.


Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka kita akan dapat melakukan penilaian untuk menjustifikasi sejauh mana perkembangan dari hukum yang mengatur sistem dan mekanisme internet di Indonesia. Perkembangan internet di Indonesia mengalami percepatan yang sangat tinggi serta memiliki jumlah pelanggan atau pihak pengguna jaringan internet yang terus meningkat sejak paruh tahun 90′an.

Salah satu indikator untuk melihat bagaimana aplikasi hukum tentang internet diperlukan di Indonesia adalah dengan melihat banyaknya perusahaan yang menjadi provider untuk pengguna jasa internet di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa provider di Indonesia sadar atau tidak merupakan pihak yang berperanan sangat penting dalam memajukan perkembangan cyber law di Indonesia dimana fungsi-fungsi yang mereka lakukan seperti :

1.      Perjanjian aplikasi rekening pelanggan internet;
2.      Perjanjian pembuatan desain home page komersial;
3.      Perjanjian reseller penempatan data-data di internet server;
4.      Penawaran-penawaran penjualan produk-produk komersial melalui internet;
5.      Pemberian informasi yang di update setiap hari oleh home page komersial;
6.      Pemberian pendapat atau polling online melalui internet.
7.      Merupakan faktor dan tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan yang berhubungan dengan aplikasi hukum tentang cyber di Indonesia. Oleh sebab itu ada baiknya didalam perkembangan selanjutnya agar setiap pemberi jasa atau pengguna internet dapat terjamin maka hukum tentang internet perlu dikembangkan serta dikaji sebagai sebuah hukum yang memiliki displin tersendiri di Indonesia.

Ada beberapa lingkup cyberlaw yang memerlukan perhatian khusus di Indonesia saat ini yakni :
a) Kriminalisasi cybercrime atau kejahatan didunia maya Dampak negative dari kejahatan didunia maya ini telah banyak terjadi Indonesia, namun perangkat aturan yang ada pada saat ini belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi tegas, kejahatan ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi informasi. Kejahatan sebenanya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tidak ada kejahatan tanpa masyarakat.
b) Aspek Pembuktian Saat ini sistem pembuktian hukum di Indonesia (khususnya dalam pasal 184 KUHP) belum mengenal istilah bukti elektronik/digital sebagai bukti yang sah menurut undang-undang. Masih banyak perdebatan khususnya antarra akademisi dan praktisi mengenai hal ini. Untuk aspek perdata, pada dasarnya hakim dapat bahkan dituntun untuk melakukan rechstivinding (penemuan hukum). Tapi untuk pidana tidak demikian, asas legalitas menetapkan bahwa tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana jika tidak ada aturan hukum yang mengaturnya (nullum delictum nulla poena sine previe lege poenali). Untuk itulah dibutuhkan adanya dalil yang cukup kuat sehingga perdebatan akademisi dan praktisi mengenai hal ini tidak perlu terjadi lagi.
c) Aspek Hak Atas Kekayaan Intelektual Termasuk didalamnya Hak Cipta dan Hak Milik Industrial yang cukup paten, merk, desain industry, rahasia dagang, sirkuit terpadu dan lain-lain.
d) Standarisasi di Bidang Telamatika Penetapan standarisasi bidang telematika akan membantu masyarakat untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan teknologi informasi.
e)  Aturan-aturan di Bidang E-Bussiness Termasuk didalamnya perlindungan konsumen dan pelaku bisnis.
f) Aturan-aturan di Bidang E-Government Apabila E-Government di Indonesia telah terintegrasi dengan baik maka efeknya adalah pelayanan kepada masyrakat menjadi lebuh baik.
g) Aturan Tentanng Jaminan Keamanan dan Kerahasiaan Informasi Dalam menggunakan teknologi informasi.
h)      Yuridikasi Hukum Cyberlaw tidak akan berhasil jika aspek ini diabaikan. Karena pemetaan yang mengatur cyberspace menyangkut juga hubungan antar kawasan, antar wilayah dan antar Negara. Sehingga penetapan yuridikasi yang jelas mutlak diperlukan.

Topik-topik cyber law
Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
Ø  Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
Ø  On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
Ø  Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
Ø  Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
Ø  Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.

2. 12. Asas-Asas Cyber law
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
·         Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
·         Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
·         nationality yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
·         passive nationality yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
·         protective principle yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah,
·         Universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional. Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location.

Contoh Kasus Cyber Law
Beberapa ini beberapa contoh kasus pada cyber law dan Hukumnya :
1.         Penyebaran Virus
Twitter (salah satu jejaring sosial) kembali menjadi media infeksi modifikasi New Koobface, worm yang mampu membajak akun Twitter dan menular melalui postingannya, dan mengjangkit semua followers. Semua kasus ini hanya sebagian dari sekian banyak kasus penyebaran Malware di seantero jejaring sosial. Twitter juga menjadi target, pada Agustus 2009 di serang oleh penjahat cyber yang mengiklankan video erotis. Ketika pengguna mengkliknya, maka otomatis mendownload Trojan-Downloader. Win32. Banload. sco.

Untuk penyelesaian kasus ini, Tim keamanan dari Twitter sudah membuang infeksi tersebut. Tapi perihal hukuman yang diberikan kepada penyebar virusnya belum ada kepastian hukum. Adapun Hukum yang dapat menjerat Para Penyebar Virus tersebut tercantum dalam UU ITE pasal 33 yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya. Pelanggaran UU ITE ini akan dikenakan denda 1 ( Satu ) Milliar rupiah.

2.         Spyware
Sesuai dengan namanya, spy yang berarti mata-mata dan ware yang berarti program, maka spyware yang masuk dalam katagori malicious software ini, memang dibuat agar bisa memata-matai komputer yang kita gunakan. Tentu saja, sesuai dengan karakter dan sifat mata-mata, semua itu dilakukan tanpa sepengetahuan si empunya. Setelah memperoleh data dari hasil monitoring, nantinya spyware akan melaporkan aktivitas yang terjadi pada PC tersebut kepada pihak ketiga atau si pembuat spyware. Spyware awalnya tidak berbahaya karena tidak merusak data seperti halnya yang dilakukan virus.

Berbeda dengan virus atau worm, spyware tidak berkembang biak dan tidak menyebarkan diri ke PC lainnya dalam jaringan yang sama. Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal 27 (1) yaitu setiap orang dilarang menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer dan atau sistem elektronik.

3.      Thiefware
Difungsikan untuk mengarahkan pengunjung situs ke situs lain yang mereka kehendaki. Oleh karena itu, adanya kecerobohan yang kita lakukan akan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Apalagi jika menyangkut materi seperti melakukan sembarangan transaksi via internet dengan menggunakan kartu kredit atau sejenisnya. Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal 31 (1) yaitu setiap orang dilarang menggunakan dan atau mengaskses komputer dan atau sistem elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya untuk memperoleh keuntungan atau memperoleh informasi keuangan dari bank sentral, lembaga perbankan atau lembaga keuangan, penerbit kartu kredit, atau kartu pembayaran atau yang mengandung data laporan nasabahnya.

4.      Cyber Sabotage and Exortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan Internet. Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal 27 (1) yaitu setiap orang dilarang menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer dan atau sistem elektronik. Dengan hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1. 000. 000. 000, 00 (satu miliar rupiah).

5.      Browser Hijackers
Browser kita dimasukkan secara paksa ke link tertentu dan memaksa kita masuk pada sebuah situs tertentu walaupun sebenarnya kita sudah benar mengetik alamat domain situs yang kita tuju. Pelakunya dapat dijerat Pasal 23 (2) yaitu pemilikan dan penggunaan nama domain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didasarkan pada etikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak orang lain. (tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana.

6.      Search hijackers
Adalah kontrol yang dilakukan sebuah search engine pada browser. Pelakunya dapat dijerat Pasal 23 (2) yaitu pemilikan dan penggunaan nama domain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didasarkan pada etikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak orang lain. (tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana. Dengan hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100. 000. 000, 00 (seratus juta rupiah).

7.      Surveillance software

Salah satu program yang berbahaya dengan cara mencatat kegiatan pada sebuah komputer, termasuk data penting, password, dan lainnya. Jangan sekali-kali menginstal software yang tidak dikenal. Pelakunya dapat dijerat Pasal 22 (1) yaitu penyelenggara agen elektronik tertentu wajib menyediakan fitur pada agen elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan yang melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.

Referensi :
http://tugasetikaprofesibsi.blogspot.co.id/p/makalah.html

Saat ini pemanfaatan teknologi informasi merupakan bagian penting dari hampir seluruh aktivitas masyarakat. Bahkan dalam dunia perbankan hampir seluruh proses penyelenggaraan sistem pembayaran dilakukan secara elektronik.

Perkembangan teknologi informasi ini telah memaksa pelaku usaha mengubah strategi bisnisnya dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Pelayanan electronic transaction melalui internet banking (e-banking) merupakan salah satu bentuk baru dari delivery channel pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi oleh teknologi.

Internet Banking (e-banking) adalah salah satu pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet. Bank penyelenggara e-banking harus memiliki wujud fisik dan jelas keberadaannya dalam suatu wilayah hukum. Bank Indonesia tidak memperkenankan kehadiran bank visual dan tidak memiliki kedudukan hukum. E-banking dipandang bank Indonesia merupakan salah satu jasa layanan perbankan, sehingga bank bersangkutan harus memiliki jasa layanan seperti layaknya bank konvensional.

Penyelenggaraan e-banking sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi. Dalam kenyataannya pada satu sisi membuat jalannya transaksi perbankan menjadi lebih mudah, akan tetapi di sisi lain membuatnya semakin beresiko. Salah satu risiko yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan e-banking adalah internet fraud atau penipuan melalui internet. Dalam internet fraud ini menjadikan pihak bank atau nasabah sebagai korban, yang dapat terjadi karena maksud jahat seseorang yang memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi, atau seseorang yang memanfaatkan kelengahan pihak bank maupun pihak nasabah. Jasa-jasa yang ditawarkan oleh e-banking antara lain:

a. Informational Internet Banking: pelayanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk informasi melalui jaringan internet dan tidak melakukan eksekusi transaksi.
b. Communicative Internet Banking: pelayanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk komunikasi atau melakukan interkasi dengan bank penyedia layanan internet banking secara terbatas dan tidak melakukan eksekusi transaksi.
c. Transactional Internet Banking: pelayanan jasa bank kepada nasabah untuk melakukan interaksi dengan bank penyedia layanan internet banking dan melakukan eksekusi transaksi.




Oleh karena itu, perbankan harus meningkatkan keamanan e-banking seperti melalui standarisasi pembuatan aplikasi e-banking, adanya panduan bila terjadi fraud dalam e-banking dan pemberian informasi yang jelas kepada user.
Ketentuan/peraturan untuk memperkecil resiko dalam penyelenggaraan E-banking, yaitu:
a. Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang penggunaan teknologi system informasu oleh bank.
b. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.
c. Ketentuan Bank Indonesia tentang penerapan Prinsip mengenai nasabah
d. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
e. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP tanggal 20 April 2004 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet

Payung hukum setingkat undang-undang yang khusus mengatur tentang kegiatan di dunia maya hingga saat ini belum ada di Indonesia. Dalam hal ini terjadi tindak pidana kejahatan dunia maya, untuk penegakan hukumnya masih menggunakan ketentuan-ketentuan yang ada di KUHP yakni mengenai pemalsuan surat, pencurian, penggelapan, penipuan, penadahan, serta ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang tentang tindak pidanan pencucian uang dan Undang-undang tentang merek.

Ketentuan-ketentuan tersebut tentu saja belum bisa mengakomodir kejahatan-kejahatan di dunia maya yang modus operasi terus berkembang. Selain itu dalam penanganan kasusnya seringkali menghadapi kendala antara lain dalam hal pembuktian dengan menggunakan alat bukti elektronik dan ancaman sanksi yang terdapat dalam KUHP tidak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh si korban.

Terkait dengan hal-hal tersebut, kehadiran Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-undnag tentang Transfer Dana (UU Transfer Dana) diharapkan dapat menjadi faktor penting dalam upaya mencegah dan memberantas cybercrime serta dapat memberikan deterrent effect kepada para pelaku cybercrime sehingga akan berpikir jauh untuk melakukan aksinya. Selain itu, hal yang penting lainnya adalah pemahaman yang sama dalam memandang cybercrime dari aparat penegak hukum termasuk di dalamnya law enforcement.

Kesimpulan :
Dalam bidang informasi dan transaksi banyak kejahatan-kejahatan yang masih banyak ditemukan. Adanya peraturan dan regulasi sangat dibutuhkan diberbagai bidang dan adanya hal tersebut keamanan dan kenyamanan dapat tercipta. Semakin banyak pihak-pihak yang tidak berwenang yang berbuat semena-mena. Walaupun peraturan sudah ada dan diterapkan masih banyak yang melakukan kejahatan. Bagaimana kalau peraturan itu tidak ada dan tidak diterapkan? Mungkin Negara ini akan lenyap perlahan-lahan. Maka dari itu peraturan yang dibuat harus dipertegas dan dibuat hukuman jera agar pihak yang melakukan kejahatan akan jera.

Referensi :
https://nti0402.wordpress.com/2012/05/01/peraturan-dan-regulasi-hak-cipta-telekomunikasi-dan-uu-ite/

Sumber Gambar :
Google.com

Didalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut ini; Azas dan tujuan telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPRRI. UU ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.

Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara lain :
(1) Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
(2) Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.
(3) Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.

Apakah ada keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut dalam hal mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi dari UU tersebut tidak ada penjelasan mengenai batasan-batasan yang mengatur secara spesifik dalam penggunaan teknologi informasi tersebut, artinya dalan UU tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi dapat membatasi penggunaan teknologi komunikasi ini. Namun akan lain ceritanya jika kita mencoba mencari batasan-batasan dalam penggunaan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual, maka hal tersebut diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terutama BAB VII tentang Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu kita sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada.

UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekronik) yang disahkan DPR pada 25 Maret 2008 menjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain dalam membuat peranti hukum di bidang cyberspace law. UU ini merupakan cyberlaw di Indonesia, karena muatan dan cakupannya yang luas dalam membahas pengaturan di dunia maya.UU ITE ini mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya,baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya.  Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan yang dilakukan melalui internet. UU ITE juga mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.



Beberapa terobosan penting yang dimiliki UU ITE adalah tanda tangan elektronik yang diakui memiliki kekuatan hukum sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan materai); alat bukti elektronik yang diakui seperti  alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP. UU ITE ini berlaku untuk tiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki keterkaitan hukum di Indonesia. Penyelesaian sengketa dapat diselesaikan dengan metode sengketa alternative atau arbitrase. Jadi menurut saya berdasarkan UU No.36 tentang telekomunikasi,disana tidak terdapat batasan dalam penggunaan teknologi informasi,karena penggunaan teknologi informasi sangat berpeangaruh besar untuk negara kita,itu apa bila dilihat dari keuntungan buat negara kita karena kita dapat secara bebas memperkenalkan kebudayaan kita kepada negara-negara luar untuk menarik minat para turis asing dan teklnologi informasi juga merupakan hal yang sangat bebas bagi para pengguna teknologi informasi untuk disegala bidang apapun.Karena setiap orang bebas berpendapat dan berekspresi apalagi di dunia maya.

Pada UU No.36 tentang telekomunikasi mempunyai salah satu tujuan yang berisikan upaya untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Dalam pembuatan UU ini dibuat karena ada beberapa alasan,salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi dan untuk manjaga keamanan bagi para pengguna teknologi informasi. Jadi menurut saya berdasarkan UU No.36 tentang telekomunikasi,disana tidak terdapat batasan dalam penggunaan teknologi informasi,karena penggunaan teknologi informasi sangat berpeangaruh besar untuk negara kita,itu apa bila dilihat dari keuntungan buat negara kita karena kita dapat secara bebas memperkenalkan kebudayaan kita kepada negara-negara luar untuk menarik minat para turis asing dan teklnologi informasi juga merupakan hal yang sangat bebas bagi para pengguna teknologi informasi untuk disegala bidang apapun. Jadi keuntungnya juga dapat dilihat dari segi bisnis keuntungannya adalah kita dengan bebas dan dengan luas memasarkan bisnis yang kita jalankan dengan waktu yang singkat. Jadi Kesimpulannya menurut saya adalah oleh Para penggunaan teknologi informasi tidak memiliki batasan,karea dapat mnguntungkan dalam semua pihak.

Kesimpulan

Dengan dibuatnya UU no.36 ini yang mengatur tentang penggunaan telekomunikasi maka dapat membuat seluruh masyarakat mengerti tentang bagaimana cara penggunaan media telekomunikasi teknologi informasi dan agar tidak disalahgunakan kegunaannya oleh pihak-pihak tertentu.

Referensi :
http://oneway-kurniasurbakti.blogspot.co.id/2013/05/uu-no36-tentang-telekomunikasi-asas-dan.html


Gambar :
Google.com


Ketentuan Hukum

Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti, paten yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.

Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 ayat 1).



Lingkup Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta Diatur Di Dalam Bab 2 Mengenai Lingkup Hak Cipta pasal 2-28 :
1. Ciptaan yang dilindungi (pasal 12)
Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim, seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

2. Ciptaan yang tidak ada Hak Cipta (pasal 13)
Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim atau keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.


Perlindungan Hak Cipta

Perlindungan hak cipta pada umumnya berarti bahwa penggunaan atau pemakaian dari hasil karya tertentu hanya dapat dilakukan dengan ijin dari pemilik hak tersebut. Kemudian yang dimaksud menggunakan atau memakai di sini adalah mengumumkan memperbanyak ciptaan atau memberikan ijin untuk itu.

Pasal 12 ayat 1 :
(1) Dalam Undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup :
a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
c. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
d. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomime.
e. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan. Arsitektur, peta, seni batik.
f.  Fotografi dan Sinematografi.
g. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.

(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.

(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.”

Menurut Pasal 1 ayat 8, Yaitu :
Program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk penyiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.

Dan Pasal 2 ayat 2, Yaitu :
Pencipta dan /atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan program komputer (software) memberikan izin atau melarng orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.



Pembatasan Hak Cipta

Pembatasan mengenai hak cipta diatur dalam pasal 14, 15, 16 (ayat 1-6), 17, dan 18. Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah “kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan”. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.


Prosedur Pendaftaran HAKI

Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta pasal 35 bahwa pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI) yang kini berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HAKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HAKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HAKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Prosedur mengenai pendaftaran HAKI diatur dalam bab 4, pasal 35-44.



Referensi :
http://nillafauzy.blogspot.co.id/2013_04_01_archive.html


Gambar :
google.com

Popular Posts

Recent Posts